Rabu, 23 April 2008

Perempuan dan Lahan

By, Riza Omami

Tulisan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan berbagai permasalahan seputar hubungan antara perempuan, lahan dan sumberdaya alam dalam menghadapi perubahan tata kuasa dan tata produksi kegiatan ekonomi yang berbasis pada lahan /tanah. Konteks perubahan yang dimaksud adalah pada masa krisis ekonomi-sosial-politik pasca 1997 hingga pemberlakuan undang-undang otonomi daerah, dimana peran negara melemah. Kalau pada masa orde baru, konflik lahan selalu dimenangkan oleh negara, maka pada masa kini terjadi peningkatan kebutuhan dan klaim atas lahan pada tingkat antar masyarakat maupun dengan pemerintah daerah (kabupaten).

Jika dilihat dari persfektif dan kebiasaan lokal bahwa perempuan dan laki-laki memiliki wewenang yang sama dalam proses akses dan kontrol wilayah-wilayah yang menjadi sentra-sentra sumber daya alam. Namun persoalan introdusi eksternal seperti isu globalisasi, moderenisasi maupun intervensi agama di suatu komunitas tertentu membuat hak dan wewenang kaum perempuan dalam mengontrol sumber-sumber daya alam dalam kontek lebih luas menjadi tereliminasi.

Dari hasil kajian yang dilakukan oleh AKAR Foundation yang mengambil study kasus perempuan di Komunitas Adat Jurukalang, saat ini perempuan hanya bisa mengambil keputusan pada persoalan domestik rumah tangga dan hampir tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan sosial kemasyarakat terutama sehubungan dengan sistem kelola kawasan komunitas, maupun dalam pengambilan keputusan politik di tingkat mikro/desa, sementara jargon gender yang diusung lebuh melihat persoalan-persoalan perempuan perkotaan meskipun ada sedikit yang coba untuk melakukan advokasi hak perempuan namum hanya sebatas pada pendekatan kasus (seperti kasus pelecehan seksual, perkosaan dll).

Tidak ada komentar: